Sejarah Kopi di Indonesia

 

AWAL SEJARAH KOPI 

Pada mulanya, kopi ditemukan di Ethiopia pada abad ke-9. Namun, baru pada abad ke-15, para pedagang Arab membudidayakan di kota Mocha, Yaman. Sayang, kopi tak bisa tumbuh baik di Eropa. Bangsa Eropa berusaha mencari lahan perkebunan  subur yang bisa ditanami komoditas kopi. Inilah cikal bakal penjajahan bangsa Eropa di kawasan Asia. Salah satunya, bangsa Belanda datang ke Indonesia dan menerapkan sistem tanam paksa kopi secara nasional.

 

MASUKNYA KOPI KE INDONESIA

Pada sekitar 1696, Belanda dengan kapal VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) bersiasat dagang di Jawa sembari membawa kopi Malabar dari India. Kopi Arabika ini lantas diuji coba tanam di Batavia (Jakarta). Sayangnya, faktor alam membuat penanaman kopi ini gagal. Belanda lantas menanam ulang di daerah Sumatera, Bali, Timor Timur, Sulawesi dan beberapa pulau lain. Penanaman ini sukses besar. Bahkan, pada 1700-an, VOC memonopoli perdagangan kopi di Eropa dan seluruh dunia. Muncul lahan kopi terluas di Asia Tenggara, Dataran Tinggi Gayo dengan kopi Gayo. Sedangkan, di Jawa, lebih populer dengan kopi Java.

 

POPULARITAS KOPI INDONESIA

Usai Proklamasi Kemerdekaan, perkebunan kopi di Indonesia mengalami pasang surut. Dalam novel “Max Havelaar”, Douwes Dekker, banyak terungkap sisi terselubung sistem tanam paksa di Indonesia. Termasuk bagaimana ketidakadilan dan kekejaman Belanda terhadap petani Indonesia. Kemudian pada era 2000-an, kopi Indonesia mulai bersinar di kancah Internasional. Bahkan, sukses menempati posisi keempat produsen kopi terbesar sejagat, di bawah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Beragam jenis cita rasa kopi Indonesia yang berkualitas dan nikmat, membawa reputasi harum kopi Indonesia di mata dunia.

 

BUDAYA MINUM KOPI

Seiring waktu, masyarakat menjadikan minum kopi sebagai budaya. Menurut Wrecking Trish Rothgeb dalam artikel “Ball Coffee Roasters tahun 2002”, sedikitnya ada 3 pergerakan dalam perkopian atau lebih dikenal sebagai Waves Coffee.

1. First Waves Wave Coffee

Pada era 1800-an, kopi disajikan dalam kemasan praktis dan instan. Bahkan, pada Perang Dunia I (1917), tentara disajikan kopi sebagai minuman setiap hari.

 

2. Second Wave Coffee

Tak seperti kopi sebelumnya, citarasa kopi instan dianggap kurang nikmat. Para fanatik kopi menginginkan lebih dari yang bisa mereka minum.  Maka itu, pada 1960-an, muncul berbagai varian kopi baru. Seperti latte, espresso, mochaccino, cappuccino, frappuccino, americano, dan masih banyak lagi. Mulai menjamur berbagai coffee shop tematik yang lebih nyaman dan modern. Sembari minum kopi, mereka bisa mengobrol santai hingga diskusi bisnis dengan kolega.

 

3. Third Wave Coffee

Gelombang ketiga hadir tahun 2000-an. Pada masa ini, masyarakat luas menyadari ada perjalanan panjang demi secangkir kopi nikmat. Mulai dari proses tanam, pengolahan biji kopi, hingga penyajian. Dari sini muncul istilah “origin”, yaitu pemberian identitas kopi sesuai lokasi tanamnya. Pasalnya, rasa kopi akan berbeda apabila ditanam di daerah tertentu. Pecinta kopi lebih detail dalam menikmati kualitas dan rasa kopinya. Nah, di Indonesia ada beberapa daerah penghasil kopi yang legendaris dan telah mendunia. Antara lain Mandailing (Sumatera Utara), Dataran Tinggi Gayo (Aceh), Preanger (Jawa Barat), Kintamani (Bali), dan masih banyak lagi lokasi perkebunan kopi lainnya, termasuk Papua dan Flores.

 

PERBEDAAN KOPI ROBUSTA & ARABIKA

Sebenarnya, apa yang membuat Arabika dan Robusta begitu berbeda? Kali ini saya akan mengulas lebih dalam soal perbedaan kedua jenis kopi ini. 

Kopi Arabika

Jangan tertipu dengan namanya, Arabika adalah jenis kopi yang berasal dari dataran tinggi Ethiopia Barat. Kenapa namanya disebut Arabika? Menurut sebuah sumber, kopi ini dinamakan Arabika karena pada abad ke-7, biji kopi ini dibawa sebuah daerah dataran rendah di Arab. 

Umumnya jenis kopi ini tumbuh pada ketinggian sekitar 3.000-7.000 kaki di atas permukaan laut. Daerah subtropis adalah daerah yang ideal untuk kopi Arabika, karena umumnya daerah tersebut punya tanah gembur (atau tanah vulkanik), curah hujan merata, serta sinar matahari cukup, yang membuat Arabika dapat tumbuh dengan baik. Namun, Arabika adalah jenis kopi yang tidak mudah untuk dirawat. Tanaman kopinya cukup rentan terhadap hama dan penyakit.

Arabika juga merupakan jenis kopi paling populer di dunia. Menurut statistik, tahun 2017 dan 2018, produksi kopi Arabika di seluruh dunia mencapai sekitar 94,88 juta (standar 60kg) dan tahun 2019 produksi kopi Arabika di dunia melampaui 101 juta (standar 60kg). 



Kopi Robusta rasanya seperti apa?

Umumnya, Robusta sering digambarkan sebagai kopi yang pahit atau tajam dengan karakter rasa seperti kayu dan karet. Pahit atau bitter ini berasal dari kandungan kafein yang lebih tinggi pada Robusta jika dibandingkan dengan Arabika. Jika Anda hanya sekedar mencari kafein Robusta adalah pilihan terbaik! :)

Kopi Robusta Fun Facts:

1.     Robusta memiliki kadar kafein lebih tinggi dibandingkan Arabika

2.     Kadar gula pada kopi Arabika jauh lebih rendah dibandingkan kopi Arabika

3.     Robusta memiliki acidity lebih rendah dibandingkan Arabika

4.     Kopi Robusta harganya jauh lebih murah dibandingkan kopi Arabika, dikarenakan merawat tanaman kopi ini cukup mudah

5.     Biji kopi Robusta bentuknya bulat dan ukurannya lebih kecil dibandingkan biji kopi Arabika

 Walaupun seringkali dikaitkan dengan kopi bubuk instan, kopi Robusta juga dapat dinikmati seperti layaknya menyeduh kopi Arabika menggunakan metode seduh tertentu. Jangan salah, Robusta juga ada tingkatan atau grade-nya lho! Beberapa jenis Robusta berkualitas tinggi dijual dengan harga lebih tinggi karena menghasilkan rasa yang kental (deep flavour) dan krema yang bagus untuk membuat espresso.

 

Macam-Macam Proses Pengolahan Kopi



https://www.youtube.com/watch?v=ysOjeZ8RFkE

Comments